
JAKARTA, KABARNKRI.COM – Kami siap, dari berbagai elemen anak bangsa yang cinta tanah air, berlandaskan semangat Pancasila dan UUD 1945, dengan tekad bulat menyatakan. Sabtu, (25-10-2025) pukul 13 : 30 WIB
DEKLARASI GABUNGAN NGO INDONESIA: PERANG MELAWAN KORUPSI! Dimulainya Perang Melawan Korupsi?
Korupsi adalah pengkhianatan terhadap rakyat, penghancur moral bangsa, dan ancaman bagi masa depan Indonesia.
Kami menyatakan:
Berperang melawan korupsi sampai ke akar-akarnya, menuntut penegakan hukum yang tegas, jujur, dan bermartabat tanpa pandang bulu.
Membangun budaya bangsa yang bersih, bermoral, dan berintegritas di setiap lembaga dan sendi kehidupan bernegara.
Menegakkan kepemimpinan yang amanah dan berpihak pada rakyat, sebagai teladan dalam membangun Indonesia yang berdaulat dan bermartabat.
Hari ini, kami mengibarkan bendera perang melawan korupsi.
Kami menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia: Bersatu! Selamatkan negeri ini dari para koruptor.
Ayo Saling Mendukung Secara Moril Dan Materil Yang Siap Mendjju Konsolidasi Berikutnya Hubungi Kami : 082125960319
“Sebarkan Informasi Ini Keseluruhan Rakyat Indonesia”
Mulai maraknya upaya pemberantasan korupsi di KPU, di bank pemerintah, membuat kita melayang jauh ke depan. Bayangkan situasi di tahu 2014, sembilan tahun dari sekarang.
Saat itu politisi, pengusaha, tokoh LSM, gerakan mahasiswa, diplomat dan para pejabat meributkan laporan terbaru Transparansi Internasional mengenai perkembangan korupsi dunia.
Indonesia di tahun 2014 dibahas secara khusus sebagai contoh fenomenal yang berhasil menangani korupsi selama sepuluh tahun terakhir.
Transparansi Internasional yang setiap tahun mengukur indeks persepsi korupsi di berbagai negara meletakkan Indonesia di posisi papan atas negara yang relatif bersih.
Padahal sepuluh tahun lalu, Indonesia selalu menjadi juara sebagai salah satu negara terkorup di dunia.
Berbagai disertasi akademik sudah ditulis mengenai kasus fenomenal Indonesia dalam pemberantasan korupsi di tahun 2014 itu.
Aneka civil society tingkat dunia yang bergerak di bidang korupsi acapkali menjadikan Indonesia sebagai referensi betapa kultur korupsi itu dapat dibasmi.
Para tokoh alternatif di negara lain yang korup menyalahkan pimpinan politik di negaranya sendiri yang tidak berlaku sebagaimana pimpinan politik di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir yang berhasil mengganyang korupsi.
Mengapa selama ini elite kita begitu lunak dan lembek terhadap praktek korupsi?. Kemungkinan pertama, kompetisi di antara para elite itu sangat keras.
Mereka butuh konsolidasi kekuasaan. Sementara di era sekarang, konsolidasi kekuasaan membutuhkan uang yang sangat banyak.
Para elite itu sendiri sedang sibuk mengumpulkan uang, baik secara halal, ataupun tidak. Sebagian besar dari mereka terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dengan praktik korupsi itu.
Dalam kondisi ini, wajar saja jika di antara para elite itu ada semacam kesepakatan tidak tertulis untuk tidak saling membongkar.
Apalagi korupsi elite tertentu diketahui oleh elite lainnya. Yang satu kebongkar, yang lainnya terancam terbongkar pula.
Ada kerja sama saling menutupi praktek korupsi. Ini yang membuat mereka terkesan lembek atas pembongkaran isu korupsi.
Kemungkinan kedua, ada pembagian kerja secara tidak tertulis dalam setiap partai besar.
Dalam partai itu, ada pihak yang bertugas mencari uang, dan ada pihak yang terus mengembangkan idealisme politik. Sebenarnya hanya sekelompok kecil elite saja yang terlibat dalam money politics.
Namun politik di partai adalah politik jaringan. Jika kartu mati tokoh itu terbuka, yang akan buruk bukan hanya tokoh itu, tapi juga keseluruhan partai.
Dalam kondisi seperti ini, tanpa disadari sang elite yang korup itu terpaksa dilindungi oleh jaringan politiknya.
Jaringan politik itu tak perlu melakukan pembelaan atas sang tokoh yang dituduh.
Mereka cukup bekerja dalam diam dan pasif, sehingga semua inisiatif pembongkaran korupsi akan melemah dan hilang ditelan waktu.
Kemungkinan ketiga, di era reformasi, korupsi dilakukan secara gotong royong dan bersama.
Kebebasan politik di era reformasi, membuat praktek korupsi juga semakin canggih. Mereka yang korup tidak memakan uangnya sendirian.
Itu mungkin membuat sang koruptor akan dibunuh bersama-sama. Namun uang korupsi itu didistribusikan ke banyak tangan.
Semua mendapatkan jatah secara proporsional sesuai dengan posisi dan kevokalannya.
Karena semua (mayoritas) mendapatkan bagian, maka mayoritas elite pula berkepentingan agar praktek korupsi ini tidak dibongkar.
Mereka bukan tidak peka dengan isu korupsi, tapi kebutuhan politik praktis akan uang, demi lobi politik, sampai kepada gaya hidup, membuat mereka larut.
Mereka memang tidak membela korupsi. Namun sikap pasif mereka sudah cukup membuat isu korupsi itu sulit atau mustahil terbongkar dalam proses hukum.
Dan Mari Mengajak Berperang Melawan Korupsi. (Arfendy RED)
No tags for this post.


